Cast: Valerie-Rama
Genre:
Firiendship, Sad
Rate: G
-Rama’s side-
Rama benar-benar
kaget saat selesai mengerjakan sketsa barunya dan mendapati seorang gadis
berambut cokelat duduk di sebelahnya. Seketika, rasa amarah meluap di hatiya.
Dia sudah meminta pada semua orang di kelas untuk tidak menduduki bangku di
sebelahnya ini, tapi mengapa gadis ini bisa duduk dengan tenangnya. Dan karena
tidak ingin amarah itu semakin menjadi, Rama pun memilih untuk keluar kelas,
lagipula materi yang diajarkan Miss Linda itu sudah sangat dia mengerti.
Setelah keluar
dari kelas dengan emosi tinggi, Rama memilih duduk di danau belakang sekolah,
tempat favoritenya di sekolah. Rama menyenderkan badannya di sebuah pohon besar
yang memang selalu menemaninya di sini. Rama memasang kembali headset merahnya
lalu mengambil buku sketsanya.
Rama tidak
menggambar lagi, namun membuka lembar per lembar di dalamnya. Perlahan namun
pasti, emosi yang tadi menguasai Rama berubah menjadi rasa sedih. Buku sketsa
itu berisi sketsa wajah bundanya, orang yang selama ini tidak pernah Rama
rasakan pelukannya lagi sejak setahun yang lalu.
Bunda Rama
memang baru saja meninggal setahun yang lalu karena penyakit kankernya. Dan,
sejak saat itulah, Rama memilih menghindar dari dunianya. Dia seakan membuang
Rama yang lama. Walaupun, Rama masih tetap pintar dan popular seperti dulu.
“Bunda…”lirih
Rama sambil menutup matanya.
---
“Hey? Bangun…
Hey?”sebuah suara membuat Rama membuka matanya.
Rama mengernyit
saat cahaya matahari langsung menelusup di kedua matanya. Setelah bisa
beradaptasi dengan baik, Rama langsung melihat sumber suara yang
membangunkannya. Dan, Rama cukup terkejut melihat gadis berambut cokelat yang
duduk di sebelahnya tadi.
“Lo!”gumam Rama
dengan nafas tertahan karena menahan emosinya.
“Kamu ngapain
tidur di sini? Memang tidak takut digigit semut?”ujar gadis itu yang membuat
Rama mengernyit.
“Lo bangunin gue
cuma gara-gara semut? How dare you!”balas Rama dengan nada lebih keras dari
sebelumnya.
Seperti teringat
sesuatu, gadis itu langsung terdiam, tapi sedetik kemudian mengulurkan
tangannya. Dan itu sukses membuat Rama tercengang. Apa maksud cewek ini, sih?
“Eh, aku Valerie…
What’s your name?”tanya gadis yang bernama Valerie itu.
“What?” “Aku mau
minta maaf masalah bangku tadi… Aku hanya ingin berteman denganmu, karena aku
tadi melihat kamu seperti sendirian. Dan, by the way, aku sukaa gambar
sketsamu, itu bagus-bagus…”jawab Valerie.
“Eh,
tunggu-tunggu. Lo liat sketsa gue? Lo ngintip sketsa gue? HOW DARE YOU!”bentak
Rama.
Valerie tampak
terkejut, tapi dia masih tetap tersenyum. “Oh, maaf kalau begitu… Tapi, maukah
mulai hari ini kita berteman?”
Rama menggeleng
cepat, “Gue gak mau temenan sama lo, dan gue gak suka punya temen.”
Setelah berkata
seperti itu, Rama meninggalkan danau itu. Dan, saat sampai di lorong sekolah,
Rama baru sadar bahwa sekolah sudah hampir sepi. Sudah pulang sekolah ternyata,
batin Rama. Rama melanjutkan langkahnya menuju motornya yang terparkir manis di
lapangan parker sekolah.
Tidak butuh
waktu lama, motor berwarna merah itu sudah sampai di sebuah rumah bergaya
klasik dan berukuran sangat besar. Itu adalah rumah Rama. Rumah lama Rama,
tepatnya. Rama memang memilih keluar dari rumah itu sejak beberapa bulan lalu
karena ayahnya membawa seorang perempuan yang, katanya, akan menggantikan
posisi bundanya. Dan, Rama tidak menyetujui hal itu. Akhirnya, Rama memilih
keluar dari rumah dan tinggal di apartemen yang dibelikan oleh Om Irwan, adik
bundanya, saat ulang tahun ke-17nya.
Rama
memberhentikan motornya tepat di depan pintu gerbangnya. Melihat rumah yang
belum banyak berubah ini, memori Rama seakan berlari menuju masa kecilnya. Masa
di mana Bunda masih sehat, dan masih bisa bermain dengan Rama. Masa di mana
Ayah belum sibuk dengan pekerjaannya dan masih bisa mengajari Rama menaiki sepeda.
Rama
menggelengkan kepalanya, mencoba menghapus kenangan-kenangan itu dari
kepalanya. Selang beberapa detik, Rama dan juga motornya melesat meninggalkan
rumah itu. Rama tidak ingin kembali terlarut dalam memorinya. Bagi Rama, memori
itu adalah penyiksa terhebat dalam hidupnya, karena dia tidak akan pernah bisa
mengulangnya kembali.
---
BERSAMBUNG…
Komentar
Posting Komentar